Meriam Bumbung di Deah Nyong: Misteri, Sejarah, dan Peran Strategis Pidie Jaya

Koordinat: 5o27’26.3’’N, 96o05’43.2’’E
Elevasi: 15 mdpl


Budayapijay.or.id - Meriam Meunasah Deah Nyong berada tepat di depan pagar meunasah Deah Nyong. Jumlahnya hanya satu, dicat warna emas oleh masyarakat dan dipajang terbuka depan menasah yang berhadapan langsung dengan jalan lintas desa sehingga keberadaannya dapat dilihat dengan mudah oleh siapa saja.

Sama seperti meriam di depan kantor desa Lung Putu, tidak ada cerita yang didapat terkait kisah penemuan meriam di depan meunasah ini. Apakah memang meriam ini berasal dari kawasan Deah Nyong atau dipindahkan dari tempat lain pada waktu tertentu. Informasi ini sangat diperlukan untuk menelusuri asal usul dan sejarah penggunaannya.

Meriam jenis ini dikenal dengan sebutan “meriam bumbung”, salah satu jenis meriam yang sangat lazim ditemukan di Indonesia (Karim 1985). Panjang meriam ini adalah 158 cm dengan lebar 22 cm. Ini adalah meriam terkecil dari dua meriam lainnya yang telah diidentifikasi di Pidie. Meriam ini memiliki pen sebagai tempat pemasangan roda sehingga sangat memungkinkan untuk dibawa ke berbagai lokasi untuk berbagai tujuan.

Kawasan Pidie Jaya yang pada masa lampau dikenal dengan Meureudu adalah wilayah penting masa kesultanan Aceh. Di abad ke-16 Masehi, Meureudu adalah kota otonom di bawah kesultanan Aceh. Bahkan, beberapa tokoh militer kesultanan Aceh berasal dari Meureudu seperti Tengku Ja Pakeh dan Malem Dangang yang ikut langsung mendampingi Iskandar Muda dalam ekspedisi ke Semenanjung Melayu (Said 1981; Dar 2018).

Pada akhir abad ke-19 Masehi, Meureudu berubah menjadi wilayah perang gerilya antara pasukan Aceh dan Belanda. Titik pentingnya adalah Benteng Kuta Glee di hulu sugai Batee Iliek sebagai pusat pertahanan pasukan Aceh. Namun, Belanda menggunakan rute-rute di kawasan Pidie Jaya untuk penyerangan ke benteng di hulu Batee Iliek (Kielstra 1884).

Kapal-kapal perang besar Belanda diketahui pernah berlabuh di laut Meureudu pada tahun 1876 sewaktu agresi militer pertama dilakukan. Laporan Belanda juga menerangkan bahwa mereka membawa peralatan perang seperti meriam dan senjata lain sebagainya sebagai artileri utama (Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh 1990). Tentunya wilayah Pidie Jaya adalah rute perjalanan artileri dan pasukan tersebut sebagaimana direkam dalam peta Belanda tahun 1880. Kita tidak memiliki informasi mengenai lokasi penemuan meriam ini sehingga asal usulnya belum diketahui secara pasti. Ada kemungkinan meriam ini digunakan semasa perang Belanda dengan Aceh di Samalanga. Namun, ada kemungkinan lain bahwa meriam ini dibawa ke Pidie Jaya setelah Meureudu menjadi wilayah kewedanan Belanda sekitar awal abad ke-20 Masehi (Madjid 2014).


Posting Komentar

0 Komentar

advertise

Menu Sponsor

Subscribe Text

Ikuti Channel YouTube Budaya Pijay