Merayakan
semangat Hari Pendidikan Daerah Aceh (Hardikda) ke 66 tahun 2025, saya
menelusuri sekolah-sekolah negeri tertua di Pidie Jaya. Niat awalnya ingin
mendokumentasikan sekolah negeri dari semua tingkatan baik yang dibawah naungan
Kemendikdasmen maupun madrasah negeri yang dibina oleh Kementerian Agama. Namun
karena keterbatasan waktu, akhirnya hanya SD Negeri dan SMP Negeri yang
terjangkau untuk dikunjungi.
Mengapa
harus sekolah negeri tertua? Karena peringatan Hardikda Aceh juga ditandai
dengan lahirnya kampus negeri tertua di Aceh yaitu Universitas Syiah Kuala,
IAIN Ar-Raniry, dan Dayah Tinggi Tgk. Chik Pante Kulu pada bulan September 1959.
Berdasarkan
data yang ditampilkan oleh situs web zekolah.id berikut ini urutan sekolah
dasar negeri tertua mewakili dari delapan kecamatan di Pidie Jaya. Sekolah
dasar negeri tertua di Kecamatan Meureudu ditempati oleh SDN 1 Meureudu yang
didirikan pada 8 Februari 2000. Selanjutnya secara berturut-turut didahului
oleh SDN 1 Bandar Dua (1 Januari 1966), kemudian SDN 1 Panteraja (1 Januari
1954), lalu SDN 1 Trienggadeng (12 Januari 1918). Tahun 1914 didirikan dua
sekolah dasar negeri yaitu SDN 1 Meurah Dua (31 Desember 1914) dan SDN 1 Ulim
(1 Januari 1914). Urutan kedua tertua diduduki oleh SDN 1 Jangka Buya (31
Desember 1912) dan yang tertua adalah SDN 1 Bandar Baru 1 Januari 1910.
SDN 1 Bandar
Baru beralamat di Jalan Banda Aceh – Medan, Gampong Keude Lueng Putu, Kec.
Bandar Baru, Pidie Jaya. Jika anda berjalan dari arah Banda Aceh, sekolah ini
berada di sisi kanan jalan, diapit Kantor Koramil dan KUA Bandar Baru, sekitar 100 meter setelah jembatan
penyeberangan.
Sebelum
namanya sekarang, masyarakat umum lebih mengenalnya dengan nama SD Lueng Putu.
Menurut penuturan Farida Wati, seorang guru kelahiran Lueng Putu 20 April 1981,
jauh sebelum itu sekolah ini bernama SD Kuta. Penyebutan Kuta ini erat
kaitannya dengan keberadaan rumah Laksmana Ibrahim (Uleebalang Lueng Putu) yang
sekarang berada dalam Kompleks Dayah Jeumala Amal.
Sekolah ini
telah melahirkan banyak alumni yang berkiprah baik di tingkat daerah bahkan
nasional. Di usianya yang ke 115 tahun sekarang sekolah ini terus berbenah
menjadi sekolah yang ramah anak dan manusiawi. Saat pertama sampai disana, bel
istirahat sedang berbunyi.
Ada kalimat
yang sangat berkesan dan mengharukan bagi saya. Kurang lebih begini suara yang
keluar dari pengeras suara, “Bagi siswa yang tidak membawa uang jajan, boleh
minta pada wali kelas. Bagi yang tidak membawa minum, boleh ambil di Ruang
Guru”. Anda yang pernah bernasib sama pasti sependapat sekolah ini sangat
manusiawi. Jam istirahatnya juga bergiliran dari setiap tingkatan. Kata Misran,
guru olahraga yang sudah mengabdi disana sejak 2019, kebijakan ini untuk mengantisipasi
menumpuknya siswa di kantin saat jam istirahat.
Sekolah ini
juga menyediakan ruang tunggu bagi wali murid yang mengantar atau menjemput
anak-anaknya. Ruang ini diberi nama “Pojok Literasi” karena dilengkapi dengan
buku dari berbagai genre. Sekolah yang menjadi pilot project Google Education ini juga masih menyisakan satu
gedung tua sisa pembangunan SD Inpres masa orde baru yang sekarang difungsikan
sebagai ruang kelas.
Setelah
kepemimpinan Muhammad Hasan atau yang akrab disapa Guru Amat, sekolah ini
berturut-turut dipimpin oleh Dra. Khatijah Daud, Nurdin Mureh, S.Pd., Khatijah
Dadeh, Amir. S, Muhammad Husein, Hj. Mariaton, S.Pd., dan sekarang oleh Nurhayati,
S.Pd. sebagai Plt. Kepala Sekolah. Sekolah ini sekarang dipandu oleh 22 orang
guru untuk melayani 375 siswa dalam 14 rombongan belajar. (wda)
0 Komentar