21 Oktober: Lahirnya Perdana Menteri ke-7 Indonesia (WILOPO)



Budayapijay.or.id - Wilopo memiliki sejarah panjang dalam politik Indonesia. Wilopo berperan aktif dalam pembangunan bangsa jauh sebelum Indonesia merdeka. Selama pergerakan, Wilopo aktif di partai-partai dan beberapa organisasi yang bertujuan untuk memerdekakan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Wilopo memegang sejumlah jabatan penting pemerintahan, hingga pada masa demokrasi parlementer, Wilopo menjabat sebagai Perdana Menteri (1952-1953). Agar lebih memahami latar belakang Wilopo, akan dijelaskan kehidupan Wilopo dan latar belakang pendidikannya.

KELUARGA DAN PENDIDIKAN

Wilopo lahir di Purworejo pada tanggal 21 Oktober 1909. Di kota kecil ini, Wilopo dibesarkan oleh ayahnya, yang dikenal sebagai Mantri Guru Prawirodiharjo. Wilopo dibesarkan dalam keluarga muslim yang menganut ajaran Jawa. Hal inilah yang akan mempengaruhi perkembangan pemikiran Wilopo dalam setiap kebijakannya. Wilopo bersekolah di HIS (Sekolah Domestik Belanda), dulunya bernama Sekolah Ongko Siji. Bahkan, Wilopo melanjutkan studi di ELS (Europese Hogere School). Sekolah Belanda untuk anak-anak Belanda, karena sang ayah bisa menulis dan berbicara bahasa Belanda. Alasan Wilopo bersekolah di HIS karena ingin melanjutkan studinya di OSVIA (Opleidings School voor Inlandse Ambtenaren).

Ketika berusia delapan tahun, Prawirodiharjo dan keluarganya harus pindah ke Loano, lima kilometer dari Purworejo. Di Loano, Wilopo tidak merasa terasing layaknya pendatang, di mana ia mampu beradaptasi dengan cepat sehingga dapat berbaur dengan teman barunya. Setelah tiga tahun Keluarga Prawirodiharjo tinggal di Loano, mereka pindah kembali ke Purworejo setelah Wilopo duduk di kelas enam. Setelah lulus dari HIS, Wilopo harus melanjutkan studinya di OSVIA. Sebelum memutuskan untuk melanjutkan studinya, Wilopo mendapat nasehat dari sepupunya Soediro untuk melanjutkan studinya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Wilopo tertarik dengan tawaran Soediro yang juga kuliah di MULO, namun Wilopo terkendala biaya. Untungnya, masalah tersebut dapat diselesaikan dengan bantuan seorang paman, Dr. Soekadi, adik dari Prawirodiharjo. Dr. Soekadi bersedia membiayai kuliah Wilopo di MULO sampai mendapat beasiswa. Wilopo memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di MULO di Magelang. Di sana ia tinggal di rumah seorang janda Wedana Bandungan dengan uang sewa sebesar 12,5 f,- (f = diucapkan Gulden). Selama kuliah di MULO, Wilopo mendapat bantuan dari Dr. Soekadi selama enam bulan berturut-turut, namun baru pada bulan ketujuh, Wilopo mendapat beasiswa sebesar 20 f per bulan. Selama empat tahun di MULO, Wilopo semakin berkembang.

Setelah kuliah di MULO, Wilopo melanjutkan studinya di AMS-B (Algemene Middelbare School), Jogjakarta. Seperti yang diharapkan, di AMS, Wilopo terlibat dalam ilmu eksakta dan fisika. Pada tahun ini, Wilopo juga mendapat beasiswa untuk menghidupi dirinya selama tinggal di Jogjakarta.4 Pada tahun 1927, Wilopo mulai tinggal di kota Jogjakarta. Saat kuliah di AMS Yogyakarta, Wilopo tertarik membaca koran De Locomotif, Darmo Kondo dan Soeara Oemoem. Dari situlah Wilopo mengetahui nama Bung Karno yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927 di Bandung. Pada momen ini, Wilopo mulai bergabung dengan organisasi pemuda Jong Java, selain itu ia juga mendapat tawaran untuk menjadi anggota kelompok pemuda Indonesia. Sejak bergabung dengan organisasi kepemudaan, organisasi tersebut cukup menguras waktu sehingga hasil ujiannya di AMS jauh dari yang diharapkan. Dengan nilai rata-rata yang diperoleh, Wilopo masih bisa lulus dari AMS namun dengan nilai tersebut, tidak menjamin Wilopo mendapatkan beasiswa yang sama seperti sebelumnya.

Usai lulus dari AMS, Wilopo mengetahui kebenaran dari latarbelakang keluarganya. Ayah kandung Wilopo sebenarnya adalah seseorang yang dipanggil pamannya, yaitu Soedjono Soerodirjo. Soedjono sendiri adalah saudara ipar Prawirodiharjo. Ibu kandung Wilopo, meninggal saat Wilopo masih berada di MULO Tingkat III (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Berita ini tidak mengejutkan bagi Wilopo dewasa.

Wilopo memiliki empat saudara kandung, tiga di antaranya telah meninggal dunia. Dia kemudian mengetahui bahwa Prawirodiharjo tidak memiliki keturunan, sehingga dia dinamai putra Prawirodiharjo menurut ritual tradisional Jawa. Mereka membesarkan Wilopo seolah-olah anak sendiri, bahkan dalam akte van bekendheid, dikatakan bahwa Wilopo adalah anak dari Raden Prawirodiharjo, mantan guru dari Purworejo. Hal ini memberikan kesempatan kepada Wilopo untuk belajar di HIS.

Setelah terjadi negosiasi antara Wilopo, Prawirodiharjo dan ayah kandungnya Soedjono, akhirnya diputuskan bahwa setelah lulus dari AMS (Algemene Middelbare School), Wilopo akan melanjutkan studinya di THS (Technisceh Hoge School) Bandung. Di sana, Wilopo tinggal di rumah seorang kerabat, yaitu keluarga Prawirosentiko. Selama kuliah di THS, Wilopo mendapatkan beasiswa meski agak terlambat, yang mengakibatkan dia terlambat tiba di Bandung. Wilopo diterima sebagai siswa THS untuk tahun ajaran 1930-1931.

Kota Bandung dengan udara dinginnya sepertinya tidak cocok untuk Wilopo, ia sering dikelilingi oleh penyakit, terutama bronkitis dan asma. Karena alasan kesehatan, Wilopo akhirnya pindah ke Sukabumi. Ia berencana tinggal bersama sepupunya yang bekerja di kantor kecamatan Sukabumi. Di sana, Wilopo bertemu dengan Ki Sudarso, yang ingin mengembangkan Taman Siswa dengan membuka Taman Siswa.

Ki Sudarso mengalami kendala dalam mewujudkan keinginannya untuk membuka taman siswa, yaitu ketiadaan tenaga pengajar. Maka ketika Ki Sudarso bertemu Wilopo, dia langsung meminta Wilopo menjadi guru di Taman Siswa, dan Wilopo menerima permintaan itu. Selama tahun ajaran 1932-1933, Wilopo mengepalai Taman Siswa sedangkan Ki Sudarso mengepalai semua perguruan Taman Siswa di Sukabumi. Selain mengajar, Wilopo juga semakin tertarik pada aktivisme politik dan partisipasi, bergabung dengan organisasi.

Wilopo pindah ke Jakarta dan melanjutkan studinya di RHS, sebuah sekolah hukum atas saran Sjamsuddin. Sjamsuddin sendiri adalah teman Wilopo yang juga mahasiswa di Rechts Hoge School (RHS). Di Jakarta, ia tinggal bersama Abdul Rasyid, salah satu temannya di MULO. Di sana, Wilopo bertemu Sumikalimah, adik dari ibu Abdul. Sumikalimah adalah seorang guru sekolah dasar. Wilopo memulai hubungan dengan Sumikalimah hingga pernikahan mereka pada Oktober 1917. Pada waktu ini ayah kandung Wilopo dan ayah angkatnya telah meninggal dunia, sehingga penggantinya adalah saudara kandung dari ayah kandung Wilopo, Bapak Soerodiwirjo.

Di Jakarta, Wilopo juga terus memperdalam kegiatan politiknya. Selama kuliah hukum di universitasnya, Wilopo juga aktif di partai politik dan beberapa organisasi kepemudaan di Jakarta. Ia juga pernah bekerja sebagai guru di beberapa sekolah dan sebagai penulis untuk beberapa surat kabar Belanda. Karena jadwalnya yang padat, ia tidak punya waktu untuk mempelajari buku-buku hukum. Artinya, studi Wilopo yang seharusnya selesai dalam lima tahun, tidak bisa selesai tepat waktu.

Wilopo mendaftar pada tahun ajaran 1933-1934. Pada akhir tahun 1939, ia hanya diuji untuk tingkat D-II, yang seharusnya dicapai dalam satu setengah tahun sebelumnya. Jadwal yang padat tidak lagi membuatnya memikirkan ujian akhir. Untungnya saat itu ada keadaan darurat yakni pendaratan Jepang di Indonesia, sehingga Ketua RHS memutuskan semua mahasiswa yang meraih D-II dianggap sarjana. Wilopo lulus ujian D-II pada tahun 1939 sehingga tahun tersebut dianggap sebagai tahun Wilopo lulus dari RHS.

Karir

Beberapa jabatan yang pernah dipercayakan kepada Wilopo:

  • Menteri Muda Perburuhan pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan Amir Sjarifuddin II (1947–1948)
  •  Menteri Perburuhan pada Kabinet Republik Indonesia Serikat (1949–1950)
  • Menteri Luar Negeri pada Kabinet Wilopo ad interim (1952)
  • Perdana Menteri pada Kabinet Wilopo (1952–1953)
  • Ketua Konstituante(1955–1959)
  • Ketua Dewan Pertimbangan Agung (1968–1978)
  • Anggota Komite Empat - tim pemberantas korupsi (1970)

Referensi: Wilopo

Penyunting: Afdhal Zikri, S.Pd (Ahli Pertama - Pamong Budaya)

Posting Komentar

0 Komentar

advertise

Menu Sponsor

Subscribe Text

Ikuti Channel YouTube Budaya Pijay