Memperkenalkan Museum Pidie Jaya

Memperkenalkan Museum Pidie Jaya

Oleh: Intan Nirmala Sari, S.Sn.



Setiap 12 Oktober diperingati sebagai Hari Museum Nasional. Peringatan ini ditetapkan tahun 2015 dalam Musyawarah Museum se-Indonesia di Malang. Tanggal 12 Oktober dipilih berdasarkan pelaksanaan Musyawarah Museum se-Indonesia pertama di Yogyakarta, 12 Oktober 1962.

Museum adalah sebuah tempat yang tidak hanya berisikan informasi sejarah dan budaya saja, tetapi juga saksi hidup pembangunan bangsa melalui berbagai benda peninggalan di dalamnya. Sejak pertengahan 2020, Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan telah mewujudkan cita-cita mendirikan museum daerah yang representatif di Kabupaten Pidie Jaya. Usaha ini dimulai sejak 2018 dengan mengumpulkan koleksi museum di Ruang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya. Kehadiran museum ini dirasa sangat penting mengingat Pidie Jaya yang ber ibu kota Meureudu memiliki latar historis yang kental. Berbagai peristiwa penting sejarah sejak masa kesultanan pernah terjadi di sini. Daerah ini juga tempat lahirnya beragam kesenian dan budaya daerah yang eksis sampai hari ini.




Pendirian museum diprakarsai oleh Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya, Marzuwan, M.Pd. Ide pendirian museum ini disambut antusias oleh Saiful, M.Pd. (Kepala Bappeda Pidie Jaya sekarang) yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya. Berkat kesungguhan untuk mewujudkan ide pendirian museum ini dan atas dukungan dari berbagai pihak utamanya Bupati Pidie Jaya, Aiyub bin Abbas, Museum Pidie Jaya mulai didirikan pada 7 Juni 2020.

Museum Pidie Jaya atau dikenal dengan sebutan “Rumoh Aceh” berlokasi di Taman Kota Pidie Jaya, sisi barat Kompleks Perkantoran Bupati, Gampong Manyang Lancok, Meureudu. Rumoh Aceh dipilih sebagai bangunan utama museum sebagai bukti kekayaan intelektual nenek moyang kita pada zamannya. Rumoh Aceh ini merupakan warisan dari saudagar Muhammad Daud -salah satu saudagar terpandang di kawasan Meureudu pada masanya- yang dibangun pada tahun 1830 Masehi. Selama lebih kurang 200 tahun terakhir rumah ini terus dirawat dan dilestarikan oleh ahli waris dari generasi ke generasi.

Pada masanya, rumah ini merupakan salah satu rumah mewah berbahan dasar kayu jati, merbau, dan semantok yang disokong dengan 28 tiang penyangga dan berhiaskan 7 macam ornamen ukiran yang menawan. Setiap sisi dari rumah ini memiliki makna filosofis tersendiri dan turut menjadi saksi sejarah perkembangan Pidie Jaya dari masa ke masa. Awalnya rumah ini berada di Gampong Meunasah Balek, Kec. Meuredu. Karena faktor historis dan kekayaan budayanya, atas persetujuan Tgk. Nur Iman-kolektor yang mengambil alih kepemilikan rumah ini dari ahli waris- Rumoh Aceh ini dipindahkan ke Taman Kota dan sampai hari ini dipertahankan orisinilitasnya sebagai Museum Pidie Jaya.




Museum Pidie Jaya mengoleksi ratusan benda sejarah dan kebudayaan berupa foto, dokumen, alat rumah tangga, alat perhubungan, alat pertanian, alat transportasi, permainan tradisional, pakaian, perhiasan, alat ibadah, dan sebagainya. Koleksi Museum Pidie Jaya dapat dikelompokan menjadi delapan jenis, yaitu Etnologika (koleksi benda hasil kebudayaan seperti rampagoe, dalueng, bate ranup, dan lain-lain), Arkeologika (koleksi benda-benda arkeologi hasil temuan, seperti batu nisan kuno, pecahan keramik dan lain-lain), Historika (benda-benda yang dikoleksi karena latar belakang sejarahnya seperti mesin tik yang menjadi saksi bisu gempa Pidie Jaya 2016), Numismatik (mata uang), Filologi (koleksi manuskrip, dokumen lama, seperti Al-Qurán tulisan tangan), Keramologika (benda-benda hasil kebudayaan berbahan dasar tanah liat yang dibakar seperti keramik dan guci), Seni Rupa (seperti kaligrafi, anyaman dan lukisan), serta Teknologika (koleksi benda-benda tekonologi yang pernah diproduksi secara massal seperti televisi, radio, senter, setrika arang, dan lain-lain).




Koleksi museum menyesuaikan dengan fungsi ruangan Rumoh Aceh pada masanya, mulai dari lantai dasar, serambi depan, serambi tengah, kamar, serambi belakang, dan pekarangan. Pada lantai dasar terdapat beberapa foto koleksi cagar budaya Pidie Jaya serta beberapa bangku tempat pengunjung bersantai menikmati suasana di bawah Rumoh Aceh. Untuk serambi depan terdapat koleksi Etnologika, Teknologika, Historika dan Pustaka mini berisi buku bertema kebudayaan. Untuk serambi tengah terdapat koleksi Keramologi, Filologika, dan Arkeologika. Khusus koleksi Seni Rupa dipajang dalam kamar, dan untuk serambi belakang terdapat koleksi Numesmatik dan beberapa koleksi Etnologika dan Arkeologika.

Di pekarangan belakang terdapat berandang (pondok kecil yang digunakan sebagai penyimpanan krong pade (tempat penyimpanan beras tradisional) dan alat-alat perkebunan serta peternakan. Terdapat juga dua buah jeungki (alat penumbuk padi tradisional), dua buah balee (balai tempat duduk) yang pada zaman dahulu biasa digunakan untuk bersantai maupun menerima tamu. Pengunjung yang memasuki area museum ini akan merasakan atmosfer yang berbeda seakan sedang meluncur dalam lorong waktu ke masa abad 19.

Untuk menguatkan fungsi museum sebagai arena rekreasi, Museum Pidie Jaya dikelilingi taman bunga yang asri dan berbagai tanaman obat tradisional. Setiap sore pengunjung juga dapat menyaksikan anggota Sanggar Seni Meurah Setia berlatih menari dan memainkan alat musik tradisional Aceh seperti rapa’i dan serunee kalee. Gerak tarian yang enerjik ditambah permainan musik tradisional yang artistik menjadikan pengunjung semakin tertarik untuk melihat museum lebih dekat. Hal unik yang mungkin tidak didapati di museum lain adalah setiap pengunjung yang ingin memasuki Museum Pidie Jaya harus menaiki rakit menyeberangi danau buatan yang mengelilingi area museum. Ditambah latar belakang sawah yang terbentang luas dan Bukit Barisan yang menjulang membuat warga menjadikan Museum Pidie Jaya sebagai tujuan bersantai di sore hari. Tak jarang area museum juga dijadikan sebagai spot foto pre-wedding. Rata-rata pengunjung harian di Museum Pidie Jaya antara 50—100 orang. Bisa melonjak sepuluh kali lipat di musim liburan sekolah.

Museum Pidie Jaya juga menjadi salah satu objek kunjungan Tim dari Kemendikbud yang dipimpin oleh Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru Ahmad Mahendra, S.Sos dalam rangkaian Ekspedisi Jalur Rempah. Beberapa kunjungan lain dari Kemendikbud di antaranya kunjungan Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Sjamsul hadi, S.H., M.M, serta yang terbaru dari Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan dalam rangkaian asistensi program GSMS (Gerakan Seniman Masuk Sekolah) Dr. Siti Khoinafiya, S.Sos, M.Si dan Eka Sri Isnani, S.Sn di Pidie Jaya tahun 2022. Museum ini buka setiap hari pukul 09.00-18.00 WIB. Ditunggu kehadirannya.



Penulis adalah Pamong Budaya di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pidie Jaya.

Tulisan ini pertama kali tayang di Serambinews.com

Posting Komentar

0 Komentar

advertise

Menu Sponsor

Subscribe Text

Ikuti Channel YouTube Budaya Pijay